BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di masa era globalisasi
ini banyak remaja bahkan pemuda yang kurang mengetahui secara luas
tentang negara, dimana didalam negara tersebut terdapat sebuah pemerintahan
yang mempunyai berbagai macam hukum, budaya, dll yang harus dijaga oleh
masyarakat.
Dan banyaknya penyakit
sosial didalam kehidupan
masyarakat yang harus segera di eliminasi secara sistematik dalam era reformasi
sekarang ini.
Reformasi menuju good citizen (warga negara yang
baik) bagi indonesia bukanlah hal yang mudah,karena,luasnyawilayah,beragamnya
suku bangsa,tingkat pendidikan beragam,kesejahteraan ekonomi yang panjang,serta
jumlah penduduk yang besar.
Dalam hal ini lembaga pendidikan memegang peranan penting
dalam usaha mengubah masyarakat menuju good citizen agar terciptanya masyarakat
yang adil dan makmur.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Civic Education
?
2. Bagaimana Kompetensi Dasar dan Tujuan Civic Education ?
3. Bagaimana Ruang Lingkup Civic Education?
4.
Apa Orientasi civic Education ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian civic Education
1.
Beberapa Istilah dan Definisi Civic Education
a.
Henry Randall
Waite dalam penerbitan majalah The Citizendan Civics,
pada tahun 1886, merumuskan pengertian Civics denganThe sciens of
citizenship, the relation of man, the individual, to man in organized
collections, the individual in his relation to the state. Dari
definisi tersebut, Civics dirumuskan dengan Ilmu Kewarganegaraan yang
membicarakan hubungan manusia dengan:
1)
Manusiadalam
perkumpulan-perkumpulan yang terorganisasi (organisasi sosial, ekonomi,
politik).
2)
Individu-individu
dengan Negara.
b.
Edmonson (1958) merumuskan arti
Civics ini dengan Civics is usually defined as the study of government
and of citizenship, that is, of the duties, right and priviliges of citizens.
Batasan ini menunjukkan bahwa Civics merupakan cabang dari ilmui politik.Hampir
semua definisi mengenai Civics pada intinya menyebut government,
hak dan kewajiban sebagai warga negara dari sebuah negara.
Secara
istilah Civics Education oleh sebagian pakar diterjemahkan ke
dalam bahasa Indonesia menjadi Pendidikan Kewargaan dan Pendidikan
Kewarganegaraan. Istilah Pendidikan Kewargaan diwakili oleh Azyumardi Azra dan
Tim ICCE (Indonesian Center for Civic Education) UIN Jakarta sebagai
Pengembang Civics Education di Perguruan Tinggi yang pertama.
Sedangkan istilah Pendidikan Kewarganegaraan diwakili oleh Zemroni, Muhammad
Numan Soemantri, Udin S. Winataputra dan Tim CICED (Center Indonesian for
Civics Education), Merphin Panjaitan, Soedijarto dan pakar lainnya.
Pendidikan
Kewargaan semakin menemukan momentumnya pada dekade 1990-an dengan pemahaman
yang berbeda-beda. Bagi sebagian ahli, Pendidikan Kewargaan diidentikkan dengan
Pendidikan Demokrasi (democracy Education), Pendidikan HAM (human
rights education) dan [1]Pendidikan
Kewargaan (citizenship education). Menurut Azra, Pendidikan Demokrasi (democracy
Education) secara subtantif menyangkut sosialisai, diseminasi dan
aktualisasi konsep, sistem, nilai, budaya dan praktik demokrasi melalui
pendidikan.
Masih
menurut Azra, Pendidikan Kewargaan adalah pendidikan yang cakupannya lebih luas
dari pendidikan demokrasi dan pendidikan HAM. Karena, Pendidikan Kewargaan
mencakup kajian dan pembahasan tentang pemerintahan, konstitusi,
lembaga-lembaga demokrasi, rule of law, hak dan kewajiban warga
negara, proses demokrasi, partisipasi aktif dan keterlibatan warga negara dalam
masyarakat madani, pengetahuan tentang lembaga-lembaga dan sistem yang terdapat
dalam pemerintahan, warisan politik, administrasi publik dan sistem hukum,
pengetahuan tentang proses seperti kewarganegaraan aktif, refleksi kritis,
penyelidikan dan kerjasama, keadilan sosial, pengertian antarbudaya dan
kelestarian lingkungan hidup dan hak asasi manusia.
c.
Zamroni berpendapat bahwa Pendidikan
Kewarganegaraan adalah pendidikan demokrasi yang bertujuan untuk mempersiapkan
warga masyarakat berpikir kritis dan bertindak demokratis, melalui aktivitas
menanamkan kesadaran kepada generasi baru bahwa demokrasi adalah bentuk
kehidupan masyarakat yang paling menjamin hak-hak warga masyarakat.
d.
Mahoney, sebagaimana dikutip oleh
Numan Soemantri, merumuskan pengertian Civic Education sebagai
berikut: “Civic Education includes and involves those teaching; that type of
teaching method; rhose student activities; those administrative and supervisory
procedures which the school may utility purposively to make for better living
together in the democratic way or (synonymously) to develop to better civics
behaviors.”
e.
Menurut Muhammad Numan Soemantri, Civic
Education ditandai oleh ciri-ciri sebagai berikut:
1)
Civic Education adalah kegiatan yang meliputi
seluruh program sekolah.
2)
Civic Education meliputi berbagai macam
kegiatan mengajar yang dapat menumbuhkan hidup dan prilaku yang lebih baik
dalam masyarakat demokrasi.
3)
dalam Civic Education termasuk
pula hal-hal yang menyangkut pengalaman, kepentingan masyarakat, pribadi dan
syarat-syarat objektif untuk hidup bernegara.[2]
Dari
definisi tersebut, semakin mempertegas pengertian Civic Education karena
bahannya meliputi pengaruh positif dari pendidikan di sekolah,
pendidikan di rumah, dan pendidikan di luar sekolah.Jadi, Pendidikan
Kewarganegaraan (Civic Education) adalah program pendidikan yang memuat
bahasan tentang masalah kebangsaan, kewarganegaraan dalam hubungannya dengan
negara, demokrasi, HAM dan masyarakat madani (civil society) yang dalam
implementasinya menerapkan prinsip-prinsip pendidikan demokrasi dan humanis.
B. Kompetensi Dasar dan Tujuan Civic
Education
Dalam pembelajaran Pendidikan Kewargaan, kompetensi dasar
atau yang sering disebut kompetensi minimal terdiri dari tiga jenis,
yaitu pertama, kecakapan dan kemampuan penguasaan pengetahuan
kewargaan (Civic Knowledge) yang terkait dengan materi inti Pendidikan
Kewarganegaraan (Civic Education) antara lain demokrasi, hak asasi
manusia dan masyarakat madani (Civil Society);kedua, kecakapan
dan kemampuan sikap kewargaan (Civic Dispositions) antara lain pengakuan
kesetaraan, toleransi, kebersamaan, pengakuan keragaman, kepekaan terhadap
masalah warga negara antara lain masalah demokrasi dan hak asasi manusia;
dan ketiga, kecakapan dan kemampuan mengartikulasikan keterampilan
kewargaan (Civil Skills) seperti kemampuan berpartisipasi dalam proses
pembuatan kebijakan publik, kemampuan melakukan kontrol terhadap penyelenggara
negara dan pemerintah.
Tujuan Perkuliahan Pendidikan
Kewargaan (Civic Education) :
1.
Membentuk kecakapan partisipatif
yang bermutu dan bertanggung jawab.
2.
Menjadikan warga yang baik dan
demokratis.
3.
Menghasilkan mahasiswa yang berpikir
komprehensif, analisis dan kritis.
4.
Mengembangkan kultur demokrasi.
C. Ruang Lingkup Civic Education
PendidikanKewarganegaraan (Civic Education) memiliki
atas tiga materi pokok (core materials) yaitu demokrasi, hak asasi
manusia dan masyarakat madani (Civil Society). Ketiga materi inti
tersebut kemudian dijabarkan menjadi beberapa materi yang menjadikan bahan
kajian dalam pembelajaran Pendidikan Kewargaan (Civic Education), yaitu
(1) Pendahuluan; (2) Identitas nasional; (3) Negara; (4) Kewarganegaraan; (5)
Konstitusi; (6) Demokrasi; (7) Otonomi Daerah; (8) Good Governance;
(9) Hak Asasi Manusia; (10) Masyarakat Madani. Dengan demikian isi pembelajaran
Pendidikan Kewargaan (Civic Education) diarahkan untuk national
and character building bangsa Indonesia yang relevan dalam memasuki
era demokratisasi.
D. Orientasi Civic Education
Paradigma pendidikan dalam konteks
suatu bangsa (nation) akan menunjukkan bagaimana proses pendidikan
berlangsung dan pada tahap berikutnya akan dapat meramalkan kualitas dan profil
lulusan sebagai hasil dari proses pendidikan. Paradigma pendidikan terkait
dengan 4 (empat) hal yang menjadi dasar pelaksanaan pendidikan, yaitu peserta
didik (mahasiswa), dosen, materi dan manajemen pendidikan.Dalam pelaksanaan
pendidikan (praktis), paling tidak terdapat dua kutub paradigma pendidikan yang
paradoksal yaitu paradigma feodalistik dan paradigma humanistik sosial.
Model materi pembelajaran tersebut
mendorong terciptanya kelas pembelajaran yang hidup (life classroom)
yang dalam istilah Ace Suryadi disebut sebagai global classroom.
Untuk itu kelas pembelajaran Pendidikan Kewargaan, dalam istilah Udin S.
Winataputra, diperlakukan sebagai laboratorium demokrasi di mana semangat
kewarganegaraan yang memancar dari cita-cita dan nilai demokrasi diterapkan
secara interaktif.[3]
Dalam lingkup Asia-Pasifik yang ditandai dengan keragaman budaya, bahasa,
tatanan geografis, sosio-politik, agama, dan tingkat ekonomi, kaum muda perlu
diajarkan kepada keindahan dari keragaman kultural ini. Pembelajaran Pendidikan Kewargaan
baik sebagai pendidikan demokrasi maupun sebagai pendidikan HAM mensyaratkan
situasi pembelajaran yang interaktif, empiris, kontekstual, kasuistis,
demokratis dan humanis.
E. Urgensi Civic Education dalam
Pembangunan Demokrasi Peradaban
Keruntuhan rezim Orde Baru pada
pertengahan tahun 1998 merupakan babak baru dalam kehidupan ketatanegaraan di
Indonesia yaitu berakhirnya era otoriter dan lahirnya era demokratisasi.
Transisi tata pemerintahan dan kenegaraan menuju era demokratisasi ditandai
paling tidak oleh beberapa hal, yaitu:
1. lahirnya
kepemimpinan politik nasional yang dipilih melalui mekanisme demokrasi yaitu
proses pemilu yang dalam sejarah Indonesia dipandang sangat bebas, jujur dan
adil serta demokratis;
2. proses
pemilihan kepemimpinan politik nasional dalam sidang umum MPR tahun 1999 yang
juga berlangsung sangat demokratis;
3. terjadinya peralihan kekuasaan politik dari Abdurrahman
Wahid kepada Megawati dalam forum Sidang Istimewa MPR tahun 2001 juga
berlangsung damai.
Demokrasi menurut Prof. Dr. A.
Syafi’i Ma’arif bukan sebuah wacana, pola pikir atau prilaku politik yang dapat
dibangun sekali jadi, bukan pula “barang instan”. Demokrasi menurutnya adalah
proses yang masyarakat dan negara berperan di dalamnya untuk membangun kultur
dan sistem kehidupan yang dapat menciptakan kesejahteraan, menegakkan keadilan
baik secara sosial, ekonomi maupun politik.
Proses demokrasi yang baru “seumur
hidup” dialami bangsa Indonesia dalam era transisi ini berada dalam situasi
carut marut, karena sebagian komponen bangsa masih menunjukkan dan
mempertontonkan prilaku anarkis, akrobat politik yang tidak berkeadaban dan
prilaku destruktif lainnya baik oleh kalangan elit politik dan pemerintahan
maupun oleh massa.
Keberhasilan transisi Indonesia ke
arah tatanan demokrasi keadaban yang lebih genuine dan otentik
merupakan suatu proses yang komplek dan panjang. Sebagai proses yang komlek dan
panjang transisi Indonesia menuju demokrasi keadaban tersebut, sebagaimana
dikatakan oleh Azyumardi Azra, mencakup tiga agenda besar yang berjalan secara
stimultan dan sinergis. Pertama, reformasi konstitusional; kedua,
reformasi kelembagaan (institutional reforms) yang menyangkut
pengembangan dan pemberdayaan lembaga-lembaga politik dan lembaga kenegaraan,
seperti MPR, DPR, MA, DPA dan sebagainya. Ketiga, pengembangan
kultur atau budaya politik (political culture) yang lebih demokratis
melalui pendidikan. Salah satu cara untuk mengembangkan kultur demokratis
berkeadaban adalah melalui Pendidikan Kewargaan (Civic Education).
Dengan demikian pendidikan (Pendidikan Kewargaan) bisa menjadi pilar kelima (the
fifth estate) bagi tegaknya demokrasi berkeadaban.
Pendidikan Kewargaan (Civic
Education) dengan demikian harus mampu menjadikan dirinya sebagai salah
satu instrumen pendidikan politik yang mampu melakukan empowerment bagi
masyarakat, terutama masyarakat kampus melalui berbagai program pembelajaran
yang mencerminkan adanya rekonstruksi sosial (social reconstruction).
Dengan cara demikian, berbagai patologi sosial (penyakit masyarakat) dapat
dianalisis untuk kemudian dicarikan solusinya atau terapinya. Selain itu,
Pendidikan Kewargaan (Civic Education) harus dapat pula dijadikan
sebagai wahana dan instumen untuk melakukan social engineering dalam
rangka membangun social capital yang efektif bagi tumbuhnya
kultur demokrasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara serta
tumbuhnya masyarakat madani (civil society).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pokok bahasan diatas memberi
pengertian akan pentingnya civic
education dalam dunia pendidikan.Karena,lembaga ini memegang peranan penting
dalam usaha mengubah masyarakat menuju good citizen agar terciptanya
masyarakat yang adil dan makmur.
B. Saran
Civic education sangat diperlukan dalam dunia
pendidikan karena lembaga ini memegang peranan penting dalam usaha mengubah
generasi yang akan datang menjadi lebih baik. Dan makalah ini jauh dari kesempurnaan. Kritik dan masukan
dari pembaca dapat menambah kesempurnaan dari makalah ini. Mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua terutama
bagi penulis.
Daftar Kepustakaan
Cipto,Bambang
dkk. 2008. Menuju kehidupan yang demokratis dan Berkeadaban.Yogyakarta:Pustaka
SM.
Rosyada,
Dede dkk. 2003. Demokrasi, HAM, dan Masyarakat Madani.
Waite,
H. Randall dkk. 1886. Pengertian Civic Education. Jurnal Perkuliahan Jurusan
PKn.
Previous
« Prev Post
« Prev Post
Next
Next Post »
Next Post »